

Khutbah Pertama:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ اَلَّذِيْ أَكْمَلَ لَنَا
الدِّيْنَ وَأَتَمَّ عَلَيْنَا النِعْمَةَ وَجَعَلْنَا مُسْلِمِيْنَ
وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَلَا
نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَ أَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ
وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ وَسَلَّمَ
تَسْلِيْمًا كَثِيْراً،
أَمَّا بَعْدُ
أَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُواْ اللهَ تَعَالَى
Ibadallah,
Riba merupakan perbuatan dosa besar dengan ijma’ Ulama, berdasarkan
Alquran, as-Sunnah. Dalil dari Alquran di antaranya adalah firman Allah ‘Azza wa Jalla :
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (al-Baqarah/2:275)
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang
umatnya dari riba dan memberitakan bahwa riba termasuk tujuh perbuatan
yang menghancurkan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا
رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ
وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ
الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ
وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Beliau bersabda, “Jauhilah tujuh (dosa) yang membinasakan!” Mereka
(para sahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah! Apakah itu?” Beliau n
menjawab, “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang Allah haramkan
kecuali dengan haq, memakan riba, memakan harta anak yatim, berpaling
dari perang yang berkecamuk, menuduh zina terhadap wanita-wanita merdeka
yang menjaga kehormatan, yang beriman, dan yang bersih dari zina”. (HR.
al-Bukhari dan Muslim)
Para Ulama sepakat bahwa riba adalah haram dan termasuk dosa besar.
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Kaum Muslimin telah
sepakat akan haramnya riba. Riba itu termasuk kabair (dosa-dosa besar).
Ada yang mengatakan bahwa riba diharamkan dalam semua syariat
(Nabi-Nabi.
Ibadallah,
Secara lughah (bahasa) riba artinya tambahan, sedangkan menurut
istilah syara’ (agama), para fuqaha’ (ahli fiqih) memberikan ta’rif
(difinisi) yang berbeda-beda kalimatnya, namun maknanya berdekatan.
al-Hanafiyyah menyatakan riba adalah kelebihan yang tidak ada
penggantinya (imbalannya) menurut standar syar’i, yang disyaratkan untuk
salah satu dari dua orang yang melakukan akad penukaran (harta).
Syafi’iyyah menyatakan riba adalah akad untuk mendapatkan ganti
tertentu yang tidak diketahui persamaannya menurut standar syar’i (agama
Islam) pada waktu perjanjian, atau dengan menunda penyerahan kedua
barang yang ditukar, atau salah satunya.
Hanabilah menyatakan riba adalah perbedaan kelebihan di dalam
perkara-perkara, mengakhirkan di dalam perkara-perkara, pada
perkara-perkara khusus yang yang ada keterangan larangan riba dari
syara’ (agama Islam), dengan nash (keterangan tegas) di dalam
sebagiannya, dan qiyas pada yang lainnya.
Definisi riba ini akan lebih jelas jika kita mengetahui macam-macam riba, sebagai berikut:
- Riba an-Nasi’ah (Riba Karena Mengakhirkan Tempo)
Yaitu: tambahan nilai hutang sebagai imbalan dari tempo yang
diundurkan. Dinamakan riba an-nasi’ah (mengakhirkan), karena tambahan
ini sebagai imbalan dari tempo hutang yang diundurkan. Hutang tersebut
bisa karena penjualan barang atau hutang (uang).
Riba ini juga disebut riba Alquran, karena diharamkan di dalam Alquran. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ
الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ ﴿٢٧٨﴾ فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا
فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ
رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan
sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka
ketahuilah bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu
bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak
menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (al-Baqarah/2: 278-279)
Ayat ini merupakan nash yang tegas bahwa yang menjadi hak orang yang
berpiutang adalah pokok hartanya saja, tanpa tambahan. Dan tambahan dari
pokok harta itu disebut riba.
Jika tambahan itu atas kemauan dan inisiatif orang yang berhutang
ketika dia hendak melunasi hutangnya, tanpa disyaratkan maka sebagian
ahli fiqih membolehkan. Namun orang yang berhati-hati tidak mau menerima
tambahan tersebut karena khawatir itu termasuk pintu-pintu riba,
wallahu a’lam.
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan
larangan ini dalam khutbah wada’ dan hadits-hadits lainnya. Sehingga
kaum Muslimin bersepakat tentang keharaman riba an-nasiah ini.
Riba ini juga disebut riba al-jahiliyyah, karena riba ini yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyah.
Riba ini juga disebut riba jali (nyata).
Riba ini juga disebut dengan riba dain/duyun (riba pada hutang), karena terjadi pada hutang piutang.
Imam Ahmad rahimahullah ditanya tentang riba yang tidak
diragukan (keharamannya-pen), dia menjawab, “Riba itu adalah seseorang
memiliki piutang, lalu dia berkata kepada orang yang berhutang, “Engkau
bayar (sekarang) atau (pembayarannya ditunda tapi dengan) memberi
tambahan (riba)?” Jika dia tidak membayar, maka orang yang berhutang
memberikan tambahan harta (saat pembayaran), dan pemilik piutang
memberikan tambahan tempo.
Imam Ibnul ‘Arabi al-Maliki rahimahullah berkata,
“Orang-orang jahiliyyah dahulu biasa berniaga dan melakukan riba. Riba
di kalangan mereka telah terkenal. Yaitu seseorang menjual kepada orang
lain dengan hutang. Jika waktu pembayaran telah tiba, orang yang memberi
hutang berkata, “Engkau membayar atau memberi riba (tambahan)?” Yaitu:
Engkau memberikan tambahan hartaku, dan aku bersabar dengan waktu yang
lain. Maka Allah ‘Azza wa Jalla mengharamkan riba, yaitu tambahan (di dalam hutang seperti di atas-pen).
Dengan penjelasan di atas kita mengetahui bahwa riba jahiliyyah yang
dilarang dengan keras oleh Allah dan RasulNya adalah tambahan nilai
hutang sebagai imbalan dari tambahan tempo yang diberikan, sementara
tambahan tempo itu sendiri disebabkan ketidakmampuannya membayar hutang
pada waktunya. Jika demikian, maka tambahan uang yang disyaratkan sejak
awal terjadinya akad hutang-piutang, walaupun tidak jatuh tempo, yang
dilakukan oleh bank, BMT, koperasi, dan lainnya, di zaman ini, adalah
riba yang lebih buruk dari riba jahiliyyah, walaupun mereka menyebut
dengan istilah bunga.
- Riba al-Fadhl (Riba Karena Kelebihan).
Yaitu riba dengan sebab adanya kelebihan pada barang-barang riba yang sejenis, saat ditukarkan.
Riba ini juga disebut riba an-naqd (kontan) sebagai kebalikan dari
riba an-nasi’ah. Juga dinamakan riba khafi (samar) sebagai kebalikan
riba jali (nyata).
Barang-barang riba ada enam menurut nash hadits, seperti di bawah ini:
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ
وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ
وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ أَوِ
اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ
Dari Abu Sa’id al-Khudri rahiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Emas dengan emas, perak dengan perak, burr (jenis gandum)
dengan burr, sya’ir (jenis gandum) dengan sya’ir, kurma dengan kurma,
dan garam dengan garam, harus sama (timbangannya), serah terima di
tempat (tangan dengan tangan). Barangsiapa menambah atau minta tambah
berarti dia melakukan riba, yang mengambil dan yang memberi dalam hal
ini adalah hukumnya sama.” (HR. Muslim).
Ibadallah,
Berbagai bahaya riba mengancam para pelakunya di dunia sebelum di akhirat, antara lain:
- Laknat Bagi Pelaku Riba.
عَنْ جَابِرٍ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ
هُمْ سَوَاءٌ.
Dari Jabir rahiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
melaknat pemakan riba, pemberi makan riba, penulisnya dan dua
saksinya”, dan Beliau n bersabda, “Mereka itu sama.” (HR. Muslim).
- Perang Dari Allah ‘Azza wa Jalla Dan Rasul-Nya.
Barangsiapa nekat melakukan riba, padahal larangan sudah sampai
kepadanya, maka hendaklah dia bersiap mendapatkan serangan peperangan
dari Allah dan RasulNya. Siapa yang akan menang melawan Allah? Allah ‘Azza wa Jalla
berfirman, yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah
kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu
orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan
sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu.
Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok
hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (Al-Baqarah/2:
278-279).
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعْنَا بِمَا
فِيْهِ مِنَ البَيَانِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ، أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا
وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِجَمِيْعِ المُسْلِمِيْنَ
فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى فَضْلِهِ وَإِحْسَانِهِ وَ أَشْكُرُهُ عَلَى
تَوْفِيْقِهِ وَامْتِنَانِهِ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ
وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ تَعْظِيْماً لِشَأْنِهِ وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ
وَأَصْحَابِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ وَتَمَسَّكَ بِسُنَّتِهِ
وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْراً.
أَمَّا بَعْدُ أَيُّهَا النَّاسُ،
Kaum muslimin rahimakumullah,
Selain bahaya di dunia, maka riba juga mengakibatkan bahaya mengerikan di akhirat, antara lain:
- Bangkit Dari Kubur Dirasuki Setan.
Ini telah diberitakan oleh Allah ‘Azza wa Jalla dalam Alquran dan dijelaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya :
عَنْ عَوْفِ بن مَالِكٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :”إِيَّايَ وَالذُّنُوبَ الَّتِي لا تُغْفَرُ:
الْغُلُولُ، فَمَنْ غَلَّ شَيْئًا أَتَى بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَآكِلُ
الرِّبَا فَمَنْ أَكَلَ الرِّبَا بُعِثَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَجْنُونًا
يَتَخَبَّطُ”, ثُمَّ قَرَأَ: “الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا
يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ
الْمَسِّ”
Dari ‘Auf bin Malik, dia berkata: Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Jauhilah dosa-dosa yang tidak terampuni: ghulul (mengambil
harta rampasan perang sebelum dibagi; khianat; korupsi). Barangsiapa
melakukan ghulul terhadap sesuatu barang, dia akan membawanya pada hari
kiamat. Dan pemakan riba. Barangsiapa memakan riba akan dibangkitkan
pada hari kiamat dalam keadaan gila, berjalan sempoyongan.” Kemudian
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca (ayat yang
artinya), “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila”. (al-Baqarah/2:275) (HR. Thabrani).
- Akan Berenang Di Sungai Darah.
عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِىُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : رَأَيْتُ اللَّيْلَةَ رَجُلَيْنِ
أَتَيَانِى ، فَأَخْرَجَانِى إِلَى أَرْضٍ مُقَدَّسَةٍ ، فَانْطَلَقْنَا
حَتَّى أَتَيْنَا عَلَى نَهَرٍ مِنْ دَمٍ فِيهِ رَجُلٌ قَائِمٌ ، وَعَلَى
وَسَطِ النَّهْرِ رَجُلٌ بَيْنَ يَدَيْهِ حِجَارَةٌ ، فَأَقْبَلَ الرَّجُلُ
الَّذِى فِى النَّهَرِ فَإِذَا أَرَادَ الرَّجُلُ أَنْ يَخْرُجَ رَمَى
الرَّجُلُ بِحَجَرٍ فِى فِيهِ فَرَدَّهُ حَيْثُ كَانَ ، فَجَعَلَ كُلَّمَا
جَاءَ لِيَخْرُجَ رَمَى فِى فِيهِ بِحَجَرٍ ، فَيَرْجِعُ كَمَا كَانَ ،
فَقُلْتُ مَا هَذَا فَقَالَ الَّذِى رَأَيْتَهُ فِى النَّهَرِ آكِلُ
الرِّبَا
Dari Samurah bin Jundub, dia berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Tadi malam aku bermimpi ada dua laki-laki yang mendatangiku,
keduanya membawaku ke kota yang disucikan. Kami berangkat sehingga kami
mendatangi sungai darah. Di dalam sungai itu ada seorang laki-laki yang
berdiri. Dan di pinggir sungai ada seorang laki-laki yang di depannya
terdapat batu-batu. Laki-laki yang di sungai itu mendekat, jika dia
hendak keluar, laki-laki yang di pinggir sungai itu melemparkan batu ke
dalam mulutnya sehingga dia kembali ke tempat semula. Setiap kali
laki-laki yang di sungai itu datang hendak keluar, laki-laki yang di
pinggir sungai itu melemparkan batu ke dalam mulutnya sehingga dia
kembali ke tempat semula. Aku bertanya, “Apa ini?” Dia menjawab, “Orang
yang engkau lihat di dalam sungai itu adalah pemakan riba’”. (HR.
al-Bukhari).
- Nekat Melakukan Riba Padahal Sudah Sampai Lrangan, Diancam Dengan Neraka.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
ۚ فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ
وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ
هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu
terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (al-Baqarah/2:275)
Inilah berbagai ancaman mengerikan bagi pelaku riba. Alangkah baiknya
mereka bertaubat sebelum terlambat. Sesungguhnya nikmat maksiat hanya
sesaat, namun akan membawa celaka di dunia dan di akhirat. Hanya Allah ‘Azza wa Jalla tempat memohon pertolongan.
وَاعْلَمُوْا أَنَّ أَصْدَقَ الحَدِيْثِ كَلَامُ اللهِ، وَخَيْرَ الهُدَى
هُدَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ
مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعُةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ،
وَعَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّ يَدَ اللهِ عَلَى الجَمَاعَةِ .
وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا رَعَاكُمُ اللهُ عَلَى مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ
اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ: ﴿ إِنَّ
اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦]
، وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (( مَنْ صَلَّى عَلَيَّ
صَلاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا)) .
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ
عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ،
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةَ
المَهْدِيِيْنَ؛ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ،
وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِيْ الحَسَنَيْنِ عَلِيٍّ, وَارْضَ
اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ
تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا مَعَهُمْ
بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ
الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ
وَالمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ دِيْنَكَ وَكِتَابَكَ
وَسُنَّةَ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
اَللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا المُسْلِمِيْنَ المُسْتَضْعَفِيْنَ فِي
كُلِّ مَكَانٍ، اَللَّهُمَّ انْصُرْهُمْ فِي أَرْضِ الشَامِ وَفِي كُلِّ
مَكَانٍ، اَللَّهُمَّ كُنْ لَنَا وَلَهُمْ حَافِظاً وَمُعِيْنًا
وَمُسَدِّداً وَمُؤَيِّدًا،
اَللَّهُمَّ وَاغْفِرْ لَنَا ذُنُبَنَا كُلَّهُ؛ دِقَّهُ وَجِلَّهُ،
أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ، سِرَّهُ وَعَلَّنَهُ، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا
وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ
وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ
إِنَّا نَسْأَلُكَ حُبَّكَ، وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ، وَحُبَّ العَمَلَ
الَّذِيْ يُقَرِّبُنَا إِلَى حُبِّكَ. اَللَّهُمَّ زَيِّنَّا بِزِيْنَةِ
الإِيْمَانِ وَاجْعَلْنَا هُدَاةَ مُهْتَدِيْنَ. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ
ذَاتَ بَيْنِنَا وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ
السَّلَامِ، وَأَخْرِجْنَا مِنَ الظُلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ. اَللَّهُمَّ
آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا،
أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً
وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عباد الله، (إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ
ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنْ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ
يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ* وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا
عَاهَدْتُمْ وَلا تَنقُضُوا الأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ
جَعَلْتُمْ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلاً إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا
تَفْعَلُونَ) [النحل:90-91]، فاذكروا اللهَ يذكرْكم، واشكُروه على نعمِه
يزِدْكم، ولذِكْرُ اللهِ أكبرُ، واللهُ يعلمُ ما تصنعون.
(Diadaptasi dari tulisan Ustadz Muslim al-Atsary di majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XVIII/1436H/2014M).
